TANJUNG REDEB – Tingginya kasus stunting di Kabupaten Berau ditanggapi Wakil Bupati Berau, Gamalis. Menurutnya, kondisi ini tidak lepas dari penanganan kesehatan di Kabupaten Berau.
Menurut Gamalis, penanganan stunting tidak hanya domain tenaga kesehatan atau tenaga medis semata. Melainkan, lebih pada kerja sama antara masyarakat dengan para tenaga medis. “Supaya kabupaten bisa jauh lebih sehat dan salah satunya bisa dapat menurunkan angka stunting tersebut," ujarnya kepada Berau Post.
Dijelaskan Gamalis, seperti yang disampaikan Gubernur Kaltim Isran Noor saat berkunjung ke Bumi Batiwakkal membuka sebuah acara di Maratua, bahwa menekan angka stunting ini mesti dimulai dengan mengonsumsi makanan-makanan sehat. Karena jika hal tersebut dapat dilakukan dengan baik, dan target sudah bisa tercapai, maka harapannya angka stunting bisa jauh lebih menurun. “Karena pada dasarnya stunting itu, orang pendek belum tentu stunting. Yang dikatakan stunting itu jika orang pendek dengan tingkat kecerdasan yang rendah," jelasnya.
Terlebih, Gubernur Kaltim juga menyampaikan bahwa dana desa dipastikan tahun 2022 akan naik dari tahun sebelumnya. Namun Gamalis juga belum dapat memastikan angka pasti kenaikan dana desa 2022 mendatang. Kenaikan dana desa tersebut juga diperuntukkan untuk meningkatkan gizi, khususnya di kampung-kampung. “Jika gizi baik. Secara tidak langsung tentunya juga bisa menekan angka stunting,” paparnya.
Sebelumnya, masih tingginya kasus stunting di Kabupaten Berau, menjadi perhatian Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy. Setelah ia berkunjung ke RSUD dr Abdul Rivai Tanjung Redeb beberapa waktu lalu.
Menurut Komisi I DPRD Berau, Ratna, masalah stunting ini hampir setiap tahun selalu ada di Berau. Sehingga sudah seharusnya menjadi perhatian dari pemerintah kabupaten (Pemkab) Berau.
“Kami dari DPRD berharap Pemkab Berau melalui Dinas Kesehatan Berau, bisa memberikan perhatian khusus untuk masalah ini,” katanya kepada awak media.
“Beri edukasi ke masyarakat betapa pentingnya mempersiapkan tumbuh kembang buah hatinya sejak dalam kandungan hingga melahirkan,” sambungnya.
Dikatakan politisi Partai Golkar ini, stunting sebenarnya bisa diminimalisasi. Jika orangtua khususnya ibu, paham dan mengerti bagaimana pemenuhan gizi yang benar bagi calon buah hatinya. Salah satunya dengan mempersiapkan sejak masa kehamilan.
“Kita selalu koordinasi dengan Dinkes untuk menekan angka stunting ini. Dan sudah banyak upaya yang dilakukan, mulai dari posyandu di setiap kampung dan kecamatan untuk memberikan informasi seputar stunting, dan agar para ibu yang sedang mengandung lebih rutin memeriksakan kandungannya,” tuturnya.
Menurut data Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, angka stunting di Berau pada semester satu mencapai 18,80 persen dari 4.366 balita yang diperiksa.
Menurut Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Berau, Lamlay Sari, masalah stunting banyak penyebabnya, seperti si ibu mengalami anemia, hipertensi, stres, hingga permasalahan Covid-19 di mana banyaknya posyandu yang sempat tidak melakukan pelayanan.
“Saya tekankan di sini, posyandu itu kewenangan dari kelurahan, camat, maupun kepala kampung. Bukan milik Dinkes,” ujarnya, Minggu (21/11) lalu.
Selain permasalahan tersebut sebutnya, faktor usia si ibu juga cukup berpengaruh pada kelahiran anak. Usia di bawah 25 tahun dan di atas 35 tahun, menjadi sangat rentan anak mengalami stunting.
“Jadi stunting itu berbeda dengan gizi buruk. Nah stunting itu lebih ke panjang badan si anak,” jelasnya. (mar)