TANJUNG REDEB– DPRD Berau menggelar hearing, membahas pemotongan anggaran hibah Palang Merah Indonesia (PMI) Berau, Rabu (5/1).

Ketua PMI Berau, Agus Tantomo menuturkan, pihaknya duduk bersama dengan DPRD bukan lagi membahas masalah pemotongan anggaran, melainkan mencari solusi terkait kekurangan anggaran untuk PMI dalam menjalankan programnya tahun ini. Karena ditekankannya, anggaran Rp 350 juta tidak akan cukup.

“Saya mengusulkan fokus pada solusinya, tidak lagi berbicara kenapa itu dipotong,” bebernya kepada Berau Post.

Mantan bupati Berau ini menjelaskan, berdasarkan sejarah dan juga Undang-Undang Nomor 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan, ada delapan tugas pokok PMI. Sedangkan donor darah dikatakannya, bukan termasuk tugas utama dari PMI.

“Jadi di sini ada salah penafsiran tentang tugas dan tupoksi PMI,” katanya.

Dikhawatirkan, dengan anggaran yang minim tersebut akan mengganggu operasional, juga pasokan darah untuk masyarakat Berau. “Usulan kami kemarin itu Rp 750 juta, tapi yang kami terima hanya Rp 350 juta,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Berau, Wendy Lie Jaya mengungkapkan, DPRD yang juga mengaku sepakat bahwa anggaran tersebut sangat minim untuk PMI menjalankan tugasnya, memberikan waktu kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) selama satu bulan, mencari solusi atas permasalahan ini.

“Kita kasih waktu TAPD untuk satu bulan ke depan memberikan solusi (menambah anggaran untuk PMI, red),” tegasnya.

Tambahnya, jika berbicara mekanisme pemotongan anggaran PMI, ada yang patut dipertanyakan. “Ada kejanggalan, tapi belum bisa saya buka sekarang,” tambahnya.

Satu di antaranya ialah sebut Wendy, sebagaimana mekanisme yang ada, seharusnya yang bertugas mencoret atau menyepakati anggaran adalah DPRD. Tetapi pada kenyataannya, DPRD tidak pernah dilibatkan untuk mengurangi dana hibah PMI.

Padahal, total hibah yang diajukan pada saat Kebijakan Umum Anggaran Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) sesuai dengan apa yang diajukan oleh PMI Berau yakni senilai Rp 750 juta.

Sampai dengan pembahasan akhir, sebelum RAPBD disahkan menjadi APBD pun diakuinya, DPRD tidak pernah merasa melakukan pemotongan anggaran untuk PMI.

Kata Wendy, jika TAPD tidak  bisa mengembalikan atau tidak dapat mencarikan tambahannya, ada langkah lain yang diambil oleh DPRD, termasuk langkah hukum.

“Sangat tidak wajar ini (pemotongan anggaran PMI, red), akhirnya mulai terkuak saat hearing. Pesan saya kepada kepada Asisten II Setkab Berau, harus ada solusi dalam satu bulan ke depan,” tegasnya.

Politisi Partai NasDem ini juga mengungkapkan, ke depan akan ada rapat lagi untuk berhitung bersama, dengan melibatkan instansi lain yakni Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, PMI, juga Dinas Kesehatan (Dinkes).

“Eksekutif yang bertanggung jawab untuk mengganti atau menalangi kekurangan tersebut,” pungkasnya.

Terpisah, Asiten II Setkab Berau, Agus Wahyudi mengatakan, target yang diberikan kepada TAPD merupakan target waktu untuk mencari solusi bersama, bukan target untuk menalangi kekurangan anggaran tersebut.

Ia mengatakan, penganggaran sendiri mengacu kepada Permendagri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah. Sehingga, dana tersebut saat ini masuknya di Dokumen Pelaksanaan Anggaran Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. “Relevan dengan hibah itu dalam artian di sini Dinkes dan BPBD,” jelasnya.

Namun ditekankannya, dengan anggaran Rp 350 juta Pemkab Berau tidak bermaksud untuk menzalimi PMI, tetapi memberikan ruang dulu untuk PMI bersama BPBD dan Dinkes, berkoordinasi terkait dengan kegiatannya, jangan sampai kegiatan tumpang tindih.

“Ini kan DPA-nya (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) sudah masuk ke OPD. Setelah dilakukan baru keliatan, apakah kurang atau tidak (anggaran, red),” tambahnya.

Dijelaskannya, beberapa waktu lalu memang ada kabar mengenai jika memang anggaran PMI kurang akan ditambah melalui anggaran perubahan.

Hal tersebut memang sah-sah saja mengingat PMI, KONI, dan Pramuka, merupakan suatu lembaga yang harus melaksanakan fungsi pemerintahan. Berbeda dengan hibah untuk tempat ibadah, yang dilaksanakannya tidak berturut-turut setiap tahunnya.

“Belum ada larangan untuk hibah kepada fungsi pemerintahan, nanti kita nilai, apakah memang kekurangan atau tidak. Bisa saja nanti dianggaran di perubahan,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Plt Badan Perencanaan Penelitian dan Pembengangan (Bapelitbang) ini. (hmd/sam)