Museum Batiwakkal yang terletak di Kecamatan Gunung Tabur, masih menjadi daya tarik wisatawan, baik lokal maupun wisatawan mancanegara. Khususnya untuk menikmati wisata budaya yang ada di Bumi Batiwakkal. 

 

MAULID HIDAYAT, Gunung Tabur

 

Museum Gunung Tabur berdiri sejak 1990 silam. Sudah cukup tua. Sangat wajar jika memerlukan beberapa polesan untuk memperbaiki kerusakan di beberapa titik, agar pengunjung selalu merasa nyaman. 

Sultan Gunung Tabur Adji Bachrul Hadi, sedikit bercerita mengenai sejarah panjang mengiringi terbentuknya museum tersebut. Diungkapkannya, sebenarnya museum yang saat ini menjadi wadah bagi benda-benda pusaka peninggalan raja-raja terdahulu, merupakan rumah dari Sultan Achmad Maulana Chalifatullah Jallaluddin. Namun di masa peperangan, keraton kerajaan tersebut terkena bom oleh pihak sekutu.

“Dulu itu kena bom, tinggal kerangka saja di belakang sana. Kemudian dibuat tempat tinggal, sekaligus kantor. Dan inilah yang dikenal sekarang sebagai Keraton Kesultanan Gunung Tabur,” ujarnya.

Ia melanjutkan, Museum Batiwakkal sendiri terbagi menjadi 6 ruangan dan digunakan untuk menyimpan koleksi peninggalan kerajaan yang berjumlah sekitar 549 buah. Peninggalan tersebut, selalu menjadi daya tarik wisatawan. Setiap harinya ada saja yang berkunjung, untuk melihat langsung saksi bisu cikal bakal terbentuknya Kesultanan Gunung Tabur. 

Perhatian akan pelestarian Museum Batiwakkal tidak hanya dari pemerintah. Dari perusahaan terdekat juga banyak memberikan kontribusi terhadap pelestarian museum tersebut.

“Sampai saat ini kerja sama Kesultanan Gunung Tabur dengan perusahaan, khususnya PT Berau Coal, masih sangat baik. Sejauh ini, perusahaan tersebut selalu memperhatikan dan merespons setiap usulan yang disampaikan,” katanya saat berbincang dengan Berau Post.

Sultan menceritakan, Museum Batiwakkal dibentuk karena diberlakukannya Undang-Undang Nomor 27 tahun 1959, tentang penghapusan daerah swapraja, maka berhentilah masa pemerintahan Kerajaan Gunung Tabur. Agar warisan peninggalan Kerajaan Gunung Tabur tetap terjaga, Kerajaan Gunung Tabur dialihfungsikan menjadi Museum Batiwakkal. Koleksi Museum Batiwakkal terdiri dari benda-benda historika, neraldika, numismatika atau mata uang, ethnografika, geologika, keramika, dan seni rupa. Museum Batiwakkal melestarikan nilai-nilai kearifan lokal melalui dialog dan bimbingan edukasi kepada pengunjung. Juga dijadikan tempat untuk pelestarian seni tari lokal, dengan memberikan pelatihan kepada anak-anak sekitar Museum Batiwakkal, hingga pembuatan dan pemutaran film tentang sejarah Berau. 

Namun, memang ada kendala yang dihadapi Museum Batiwakkal dalam melestarikan nilai-nilai kearifan lokal. Adalah pada keuangan atau sumber keuangan. 

“Saya akui, dalam mengatasi kendala itu, Museum Batiwakkal bekerja sama dengan PT Berau Coal yang selama ini terus memperhatikan kami,” paparnya.

Museum Batiwakkal menurutnya, memiliki arti usaha masyarakat yang tak kenal henti dalam melaksanakan tugas. Museum tersebut menyimpan benda-benda koleksi yang pernah digunakan oleh keluarga Kerajaan Gunung Tabur. Singgasana raja masih lengkap, dan uniknya ada dispenser dari keramik serta timbangan bayi zaman kerajaan, sebagai salah satu koleksinya. Selain itu, ada koleksi meriam kuno, senapan, pakaian kebesaran raja, meja dan kursi rapat, kamar ganti wanita, serta pernak-pernik lain yang terbuat dari keramik dan kayu. Semua tersimpan rapi dalam beberapa ruangan di dalam bangunan utama. Juga ada pemandu yang akan membantu wisatawan mendapatkan penjelasan mengenai barang-barang koleksi museum beserta sejarahnya.

“Bangunan utamanya sendiri sempat hancur pada tahun 1945, dan direnovasi kembali sekitar tahun 1990 dan dibuka resmi menjadi museum tahun 1992. Di halaman depan terdapat dua pos yang menyimpan meriam yang pernah digunakan untuk berperang melawan Belanda,” tuturnya.

Luas bangunan museum tidak terlalu besar, sehingga cukup sekitar 1-2 jam saja untuk melihat-lihat koleksi di dalam museum. Hanya warnanya cukup unik, kuning setengah tua, seperti warna istana kerajaan lain di Kalimantan dan Sumatera. 

“Kami masih menyimpan semua sejarah itu, bahkan ada naskah kuno, yang kemarin juara satu. PT Berau Coal juga terus berkoordinasi dengan kami, apa yang menjadi kendala, dan kami sampaikan saja terus terang kepada mereka. Setelah itu, bantuan tidak lama akan datang,” katanya.

Sultan Adji Bachrul Hadie menambahkan, kehadiran PT Berau Coal di Bumi Batiwakkal, banyak membawa dampak positif. Baik dari sektor pembangunan dan pelestarian budaya Berau. Banyak sumbangsih yang telah diberikan.

“Saya sakit, mereka datang menjenguk. Itu sudah lebih dari cukup buat saya,” katanya sembari menyeruput teh manis yang ada di meja ruang tamunya.

Pihaknya pun menyampaikan terima kasih kepada perusahaan-perusahaan, khususnya PT Berau Coal, yang selalu peduli terhadap kelangsungan Kesultanan Gunung Tabur. Adji Bachrul Hadie juga berharap semua perusahaan yang beroperasi di daerah ini, bisa selalu berkontribusi dalam pembangunan, baik itu infrastruktur maupun kebudayaan. 

“Jadi saya menegaskan sampai saat ini semua perusahaan khususnya PT Berau Coal sangat baik. Saya berharap ke depan perusahaan bisa melakukan perbaikan keraton Gunung Tabur agar bisa terlihat lebih baik,” pintanya.

Sementara itu, Community Base Development Manager PT Berau Coal Hikmawati menambahkan, PT Berau Coal melalui program CSR-nya, terus berupaya penuh untuk melestarikan nilai-nilai kebudayaan Berau, salah satunya dengan memberikan perhatian terhadap Museum Batiwakkal, yang menjadi saksi bisu Berau zaman dulu.

“Bagian dari pilar lingkungan, sosial, dan budaya, upaya kami untuk terus memberikan kontribusi bagi kemajuan dan pelestarian cagar budaya. Salah satu yang kami lakukan di beberapa waktu terakhir, adalah melakukan renovasi museum dan rumah putri, seperti halnya pengecoran jalan masuk, pergantian atap dan talang air yang bocor, pemasangan pintu ganda, dan beberapa kelengkapan lainnya,” katanya. 

Bahkan diakuinya, pihaknya juga mendukung UMKM Pasar Barambang dengan memberikan 15 unit booth UMKM yang diserahterimakan saat Hari Jadi ke-18 Kelurahan Gunung Tabur, Desember lalu. 

“Banyak lagi, selain untuk Museum Batiwakkal, juga pengecatan dermaga, jalan usaha tani, program beasiswa, juga program-program yang dijalankan saat pandemi, seperti pemberian sembako dan peralatan cuci tangan,” bebernya.

“Selama ini, Gunung Tabur dikenal sebagai tempat yang sarat akan budaya dan sejarah, serta masyarakatnya yang menjunjung nilai-nilai kearifan lokal dan selalu berupaya untuk menjaganya. PT Berau Coal terus berkomitmen mendukung pelestarian budaya tersebut dengan catatan berkoordinasi dengan Pemkab Berau, dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,” tutupnya. (***/udi)