TANJUNG REDEB – Kasus dugaan korupsi yang menyeret kepala Kampung Giring-Giring, Kecamatan Bidukbiduk, tak terlepas dari kurangnya kontrol dan pengawasan yang baik. Hal itu menurut pandangan mantan Komisioner KPK RI 2011-2015 sekaligus advokat senior Bambang Widjojanto, perihal tindak korupsi di kampung.
Karena itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau diminta untuk bisa mengontrol dan mengawasi penggunaan anggaran khususnya di kampung. Mulai dari unsur organisasi perangkat daerah (OPD), kecamatan, hingga pemerintah kampung.
Terlebih baru-baru ini saja Kejaksaan Negeri Berau sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus perkara dugaan Tipikor pengelolaan dan pengunaan keuangan di Kampung Giring-Giring, Kecamatan Bidukbiduk.
Menurut Bambang Widjojanto, terjadinya korupsi di kampung trennya dimulai ketika turunnya dana dari APBN ke kampung. Pada tiga tahun pertama, jumlah anggaran semakin besar. Namun, jumlah itu tidak disertai dengan kontrol dan pengawasan penggunaan anggaran di kampung. Hal ini yang membuat jumlah kasus korupsi di kampung mulai tinggi.
“Jika itu sudah terjadi di Berau, saya kira itu penyebabnya. Trennya memang kebanyakan di daerah maupun kampung atau desa memang seperti itu,” ujarnya saat dihadirkan dalam seminar pencegahan korupsi di Berau, beberapa waktu lalu.
Korupsi yang terus terjadi baik ditingkat kampung maupun tingkatan yang lebih tinggi hingga sekarang, juga dikarenakan akibat perencanaan pembangunan masih belum matang. Begitu anggaran besar turun, niat untuk berbuat jahat pun mulai muncul. Sehingga menurutnya, pola pikir seperti itu mestinya sangat harus dihilangkan.
"Pasalnya, uang dari APBD maupun APBN, bukan untuk kepala kampung, kepala OPD, maupun kepala daerah. Tapi melainkan, untuk membangun kampung maupun daerah menjadi lebih berkembang," jelasnya.
Disebutnya, pembangunan bisa terjadi jika ada program yang direncanakan. Namun yang menjadi persoalannya sekarang, mereka-mereka itu bisa tidak membuat sebuah program tersebut. Potensi niat jahat untuk memperkaya diri, kata dia harus dihilangkan dari pejabat publik di Kabupaten Berau.
"Untuk itu, mekanisme pengawasan harus diperketat. Terutama memastikan program yang disusun dilakukan sesuai perencanaan," tegasnya.
Karena hal tersebut kerap terjadi pada kepala kampung. Untuk itu, menurutnya perlu ada pendamping untuk membuat perencanaan kampung. Jika hal itu sudah ada, selanjutnya dilakukan monitoring dan evaluasi. Tapi jika pendamping dan monitoring pun tidak ada, tentu saja potensi terhadap tindak pidana korupsi pasti akan terjadi.
"Untuk mencegah ini, tidak hanya tugas pemkab saja, Pemerintah Pusat juga harus berperan aktif. Terutama membantu membuat panduan perencanaan program di kampung," terangnya.
"Makanya, sebagian persoalan itu bukan ranahnya pemkab saja, tapi ranahnya pusat juga,” lanjutnya.
Kedatangannya di Berau pun saat itu, tidak lain untuk membantu Pemkab Berau membangun integritas pejabat publik, dalam menggunakan dana dari APBD maupun APBN.
Sebenarnya kata dia, untuk pengawasan pegelolaan keuangan dirasanya sudah lengkap, yakni BPK di tingkat nasional, BPKP tingkat provinsi, hingga inspektorat tingkat kabupaten.
Jika perlu didorong lagi, dengan melibatkan media. Di Jakarta kata dia, ada sebuah sistem bernama Jaki, yang mana semua pengaduan masyarakat di masukkan ke dalam sebuah sistem. "Dari sistem itu, kita bisa lihat respon dari OPD terkait dalam menangani aduan yang masuk,” katanya.
Sistem seperti itu menurutnya yang harus dilakukan juga di Berau. Sehingga ketika ada pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat, kepala OPD terkait dapat langsung menindaklanjutinya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, yakni melakukan montoring dan pengawasan. Di sisi lain, masyarakat juga dapat menilai seberapa jauh kepedulian OPD terkait dalam menindaklanjuti aduan yang disampaikan.
"Kalau pengawasan sudah baik, serta pengawasan masyarakat jalan ditambah sistem yang terintegrasi. Korupsi dapat dicegah. Mau tidak mau kita harus bersiap,” bebernya.
Kendati demikian, dalam hal ini dirinya pun berpesan, kesadaran anti korupsi harus muncul dari kepala daerah, dalam hal ini Bupati Berau dam Wakil Bupati Berau. Mereka kata Bambang, harus mampu mengkonsolidasi OPD-nya untuk berjuang bersama-sama melawan korupsi di Berau. Karena tidak mungkin hanya kepala daerah saja yang berjuang melawan korupsi, jika tidak didukung jajarannya.
"Ini harus menjadi kesadaran bersama, dan ini harus dilakukan, untuk menghindari terjadinya OTT di Berau,” tutupnya. (mar/arp)