TANJUNG REDEB - Oknum mantan Camat Segah Eben Eser Hutauruk, segera diberhentikan dengan tidak hormat, karena kasus perkara korupsi pemerasan pembebasan lahan di Kecamatan Segah, telah berkekuatan hukum tetap.

Dalam proses kasasi, Mahkamah Agung menguatkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Samarinda. Yang sebelumnya menjatuhkan vonis pidana selama 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta kepada terdakwa.

Atas hasil putusan kasasi tersebut, Eben akan menjalani sisa masa tahanannya di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Tanjung Redeb, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kajari Berau Nislianudin mengatakan, putusan kasasi dari Mahkamah Agung telah diterimanya sejak awal Januari lalu. Atas dasar putusan tersebut, pihaknya melakukan eksekusi. Karena sudah inkrah status Eben pun kini menjadi terpidana. "Putusan pengadilan pertama 2 tahun 8 bulan. Saat banding, putusan turun. Kemudian putusan kasasi kuatkan putusan pengadilan pertama. Jadi yang bersangkutan akan menjalani sisa masa tahanan kurang lebih setahun lagi ditambah denda," ujarnya ketika ditemui Berau Post (2/2).

Lanjut dijelaskannya, dalam perkara ini ada dua pihak yang terlibat. Selain mantan Camat Segah Eben Eser Hutauruk, juga mantan Kepala Kampung Gunung Sari, Turmin. Namun Turmin tak mengajukan upaya hukum lanjutan dan sudah menerima putusan majelis tingkat banding atau putusan Pengadilan Tinggi Tipikor.

"Sehingga sudah sejak lama yang bersangkutan dieksekusi oleh pihak kejaksaan karena tidak mengajukan upaya hukum," jelasnya. Kata Nislianudin, JPU sebelumnya menuntut terdakwa Eben 4 tahun pidana penjara. Sementara terdakwa Turmin dituntut pidana 3 tahun penjara. Masing-masing subsidiair 6 bulan kurungan penjara dan denda 150 juta. “JPU banding karena putusan PN Tipikor Samarinda lebih ringan dari tuntutan jaksa,” tegasnya.

Namun putusan PN Tipikor Samarinda diturunkan oleh putusan majelis hakim PT Samarinda. Eben divonis 1 tahun pidana penjara dan 3 bulan pidana kurungan, serta denda Rp 50 juta. Sehingga JPU kembali mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung karena putusan PT masih lebih ringan dari tuntutan jaksa.

"Kejaksaan sudah menyampaikan surat putusan kasasi yang bersangkutan ke Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Berau sebagai dasar untuk melakukan pemecatan dari statusnya sebagai ASN," bebernya.

Menyikapi hal ini, Penasihat Hukum Eben, Doan Tolhas Napitupulu menjelaskan, akan mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI. Karena merasa belum puas atas putusan kasasi tersebut. "Sikap kami atas kasasi ini, kita ajukan peninjauan kembali ke MA RI," tegas Napit-sapaan akrabnya. 

Sejak awal, sudah dipastikannya jika putusan kasasi di atas satu tahun, pihaknya akan ambil upaya hukum Peninjauan Kembali. Pihaknya dalam hal ini sangat berharap hukum bisa tegak seadil-adilnya. Karena kliennya bukan penerima uang pembebasan lahan dan jelas itu sudah terbukti. Baik di tingkat pengadilan negeri maupun tinggi.

Saat dikonfirmasi terpisah, Kepala BKPP Berau Muhammad Said memastikan sikap tegas terhadap mantan oknum camat yang terlibat kasus korupsi tersebut. Yakni akan melakukan pemberhentian tidak hormat. Diakuinya, sejak awal mulai ditahan dan menjalani proses persidangan, Eben yang ditahan sebagai tersangka sudah dilakukan pemberhentian sementara.

"Itu sudah dilakukan oleh BKPP Berau," kata Said. Diakuinya, pihaknya memang belum menerima secara resmi putusan kasasi tersebut. Tapi pihaknya sudah bersurat ke kejaksaan untuk meminta salinan putusan kasasi. "Sementara belum kami dapatkan," ucapnya.

Jadi pihaknya masih menunggu pelaksanaan eksekusi. Jika memang sudah dilakukan oleh kejaksaan, otomatis BKPP akan langsung melakukan pemberhentian terhadap yang bersangkutan secara tidak hormat.

"Dasarnya itu adalah putusan kasasi. Tapi harus dilakukan eksekusi dulu. Baru dilakukan pemberhentian tetapnya. Jadi masih menunggu salinan resmi putusan kasasi dan pelaksanaan eksekusi dari kejaksaan," terangnya.

Disebut Said, status yang bersangkutan saat ini masih diberhentikan sementara dan masih menerima gaji 50 persen dari gaji pokok. Yang mana kata dia, telah diatur dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 bahwa tersangka diberhentikan sementara tapi masih punya hak mendapatkan gaji 50 persen dari gaji pokok, tanpa mendapatkan tunjangan dan lain-lain.(mar/udi)