TANJUNG REDEB – Salah satu warga kawasan Tanjung Redeb, Maria sempat mengeluh karena diminta membayar sejumlah uang, untuk mendapatkan layanan fogging di tempat ia tinggal.

Padahal berdasarkan pengetahuannya, layanan itu gratis. Tapi saat petugas datang dan melakukan fogging hingga pemberian bubuk abate, ia dimintai biaya.

Dirinya terpaksa merogoh kocek Rp 150 ribu, untuk bubuk abate dan fogging. Ia mengaku cukup kaget dengan hal ini. “Iya bayar, tapi anehnya dia (petugas yang melakukan penyemprotan, red) tidak mau mengaku dari mana, hanya bilang petugas Dinkes (Dinas Kesehatan, red). Dia sendirian saja,” ucapnya.

Hal itu pun langsung dibantah Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, Iswahyudi. Dia menegaskan, bahwa fogging merupakan kegiatan yang tidak memungut biaya apapun dari masyarakat.

Fogging akan dilakukan jika ada laporan dari masyarakat bahwa di kawasan tempat ia tinggal terjadi kasus demam berdarah atau malaria. Maka pihak dari Dinas Kesehatan melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (PKM) terdekat, akan langsung turun ke lapangan dan melalukan pengasapan.

“Pasti itu hoaks, tidak benar itu (membayar, red),” ujarnya dikonfirmasi, kemarin (20/2).

Iswahyudi melanjutkan, pihaknya akan menindak tegas jika ada oknum yang mengatasnamakan Dinkes meminta bayaran untuk melakukan fogging. Sedangkan dari Dinkes sendiri tidak pernah meminta bayaran seperpun.

Hingga saat ini juga kata Iswahyudi, pihaknya belum menerima laporan secara langsung dari masyarakat mengenai adanya oknum yang mengatasnamakan Dinkes dan meminta bayaran untuk melakukan fogging. “Belum dengar saya,” katanya.

Dijelaskannya, fogging adalah penyemprotan insektisida untuk membunuh nyamuk. Cara ini dilakukan sebagai upaya mencegah penyakit yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk, misalnya demam berdarah atau malaria. “Saya akan segera keluarkan edaran. Untuk fogging dan pemberian abate ke masyarakat itu gratis,” tegasnya. (hmd/sam)