MESKIPUN memiliki lahan sawit yang luas, bukan berarti membuat stok minyak goreng nabati melimpah di Kabupaten Berau. Sebab, ketiadaan industri hilir membuat tak adanya pabrik yang langsung mengolah Crude Palm Oil (CPO) menjadi produk turunan seperti minyak goreng nabati.
Menurut Asisten II Sekretariat Daerah (Setda) Berau Bidang Pembangunan dan Perekonomian, Agus Wahyudi, saat ini Berau belum memiliki pabrik pengolah CPO menjadi bahan jadi atau produk turunan, seperti minyak nabati. Padahal, lahan perkebunan sawit di Berau cukup banyak dan luas.
"Kalau di Berau baru ada pabrik CPO saja. Itu baru bahan baku atau setengah jadi dan masih harus diolah lagi," ujar Agus.
Karena itu, meski kabupaten paling Utara ini salah satu penghasil CPO terbesar di Kaltim, tak menjamin sudah bisa memenuhi kebutuhan stok minyak bagi masyarakat Berau. "Kebanyakan CPO yang dihasilkan perusahaan sawit di Berau dikirim ke Pulau Jawa untuk diolah menjadi minyak. Karena pabrik pengolahannya ada di sana. Bahkan, bahan setengah jadi itu juga disuplai ke luar negeri," bebernya.
Kendati demikian, pemerintah daerah berharap agar ada investor pabrik pengolah CPO menjadi produk turunan, terutama minyak goreng mau masuk ke Berau. Adanya pabrik pengolahan itu tentunya dapat berkontribusi memberikan peningkatan ekonomi dan kesejahteraan di Berau.
"Kesiapan dari daerah untuk dapat mendirikan pabrik pengolahan turunan CPO itu harus dipenuhi dari segi infrastruktur, akses, dan sistem distribusi produk yang dihasilkan," tegasnya.
"Selama industrinya jelas, mulai dari waktu produksi dan analisis dampak lingkungannya seperti apa, tentu kami membuka ruang," sambungnya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Berau, Salim menyebut ada salah satu perusahaan swasta yang ingin mendirikan pabrik pengolahan turunan CPO menjadi minyak goreng di Kabupaten Berau.
“Harapannya kita pembangunan pabrik itu bukan sekedar wacana semata," ungkap Salim.
Jika memang wacana itu terealisasi, maka rencana itu bisa sejalan dengan ketentuan Peraturan Menteri Pertanian. Di mana dalam aturan itu diterangkan bagi yang memiliki kebun kelapa sawit seluas 20 ribu hektare, sudah boleh membangun pabrik. Sementara, Berau sendiri telah memenuhi syarat tersebut.
"Maka itu kita lihat tahun depan, apakah pihak perusahaan swasta itu betul-betul akan membangun pabrik migor di Berau. Karena sejauh ini telah dirancang kawasan industrinya. Kalau itu sudah ada, kita aman dari kelangkaan minyak goreng ke depannya,” katanya.
Terpisah, mengenai pendirian pabrik itu sendiri, Analis Bidang Penananan Modal Dinas Penanaman Modal Terpadu dan Pelayanan Satu Pintu (DPMTPSP) Berau, Supratman berpendapat, pada dasarnya perlu didukung manajemen terkonsentrasi. Kemudian, perlu juga mempersiapkan sistem tata kelola sebagai upaya menarik investor masuk ke Berau.
"Tata kelola yang dimaksud di sini adalah melalui kebijakan-kebijakan daerah yang lebih mudah dengan membuka ruang luas untuk investasi. Sehingga menjadi bagian dari strategi dengan memudahkan para investor nantinya," jelas Supratman.
Karena pada prinsipnya, ketika investor ingin berinvestasi di suatu daerah, tentu ingin melihat kondisi langsung di lapangan, pengembangannya, akses, pemasaran, hingga peluang-peluang usahanya. Sehingga, jika memang ada kekurangan atau permasalahan dalam bidang itu, otomatis menjadi pekerjaan rumah dan bahan yang harus dibenahi oleh daerah tersebut.
"Jadi, implementasi tentu akan bagus jika itu didukung semua. Artinya instrumen-instrumen sudah saling bersinergi dan saling mendukung," tutupnya.(mar/arp)