TANJUNG REDEB - Rumah milik warga yang berada di bantaran sungai, seperti di kawasan Jalan Yos Sudarso dianggap berpotensi timbulkan bahaya. Sehingga dinilai perlu dilakukan relokasi, namun sebelum itu harus dilakukan kajian lebih lanjut.

Kepala Bidang Prasarana dan Pengembangan Wilayah Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Baplitbang) Berau, Noorhasani, mengatakan potensi bahaya yang ditimbulkan terutama dampak bagi kesehatan. Selain itu juga, kelayakan tempat tinggal yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) penataan wilayah kota.

"Beberapa rumah di bantaran Sungai Kelay memang pernah direncanakan untuk direlokasi ke wilayah bekas galian tambang, karena tidak sesuai dengan penataan wilayah kota," ujarnya saat ditemui (14/3).

Namun lanjutnya, rencana itu batal seiring tidak berjalannya proyek pembuatan turap di sepanjang Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Tanjung Redeb itu. "Tetapi karena defisit anggaran, sehingga tidak berjalan hingga sekarang ini," katanya.

Diakuinya, jika rumah di bantaran sungai direlokasi tentu banyak pertimbangannya. Selain anggaran dan pengganti lahan, pertimbangan lainnya juga berpengaruh pada sosial ekonomi masyarakat setempat. Pasalnya, sebagian warga di sana masih menggantungkan mata pencahariannya dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam dari sungai. Salah satunya nelayan.

"Jika mereka direlokasi ke wilayah yang baru, mereka pasti saja mengeluh dan berharap akan kembali lagi ke tempat sebelumnya," terangnya.

"Pertimbangan lainnya, juga dari segi banyaknya masyarakat yang sudah puluhan tahun tinggal di tepi sungai," sambungnya.

Menurut Noorhasani, jika memang harus benar-benar dilakukan relokasi, perlu adanya kajian lebih lanjut dengan melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Mulai dari lokasi lahan, anggaran, termasuk sosialisasi kepada masyarakat.

"Sejauh ini, langkah yang kami lakukan adalah mengedukasi masyarakat tentang perawatan lingkungan," tuturnya.

Itu juga dilakukan karena di Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tidak ada usulan tentang relokasi. Sehingga, langkah satu-satunya yang mesti dilakukan yakni  memaksimalkan sosialisasi kebersihan rumah dan permukiman. Sementara, untuk relokasi mungkin bisa direalisasikan pada program kepengurusan pemerintah daerah selanjutnya. "Karena untuk relokasi itu dibutuhkan persiapan yang matang," tegasnya.

Terpisah, Pranata Izin Tinggal Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Berau, Yulius menyebut bahwa setiap tahunnya memang permukiman di bantaran sungai terus bertambah. Bahkan berdasarkan data pihaknya, tahun lalu dari 3 kelurahan yakni Gayam, Bugis, dan Teluk Bayur. Ada sekitar 5.500 rumah yang tergolong rawan bencana di bantaran Sungai Segah dan Sungai Kelay.

"Rumah di bantaran sungai yang tidak sesuai dengan batas maksimal rawan berpotensi banjir, masalah kesehatan, hingga pengikisan akibat erosi air sungai," beber Yulius.

Tak dipungkirinya, jika dilihat dari situasi tersebut memang menjadi permasalahan, karena jarak rumah warga dengan sungai dinilai terlalu dekat. Seharusnya paling tidak berjarak 5 meter dari bibir sungai, apabila di area pinggir sungai tersebut ada batas evakuasi.

"Apabila tidak ada batas evakuasi, minimal harusnya jarak rumah itu berdiri 30 meter dari pinggir sungai," pungkasnya.

Sesuai pendataannya tersebut, pihaknya dalam hal ini sudah menyampaikan kepada Baplitbang untuk ditangani, agar  tidak memicu rawan bencana di pinggir sungai. Salah satunya relokasi yang sudah diusulkan sejak lama. "Tetapi, keputusan itu bermuara dari pemerintah daerah," ucapnya.

Dalam hal ini, pihaknya hanya melakukan pendataan, sisanya kembali kepada pengambil keputusan yakni Pemda. Karena Ia pun menilai akan menimbulkan bahaya jika tidak segera dilakukan tindakan. Tetapi memang harus dimaklumi juga, bahwa persebaran wilayah permukiman itu berbeda antara di kota dan di kampung.

"Kalau secara kelayakan itu tidak memenuhi, karena berada di bantaran sungai dan melewati batas evakuasi," tutupnya.(mar)