GUNUNG TABUR – Di tengah perkembangan zaman, eksistensi batik terus digaungkan. Meskipun memang para pengrajin batik kini harus terus memutar otak, agar batik buatan mereka laku terjual. Apalagi pangsa pasar mereka tak seluas pakaian biasa yang memang dipakai untuk kegiatan sehari-hari.

Putri Maluang Batik merupakan tempat bagi para pengrajin batik asal Kampung Malung, Kecamatan Gunung Tabur. Para pengrajin batik di sini sudah banyak dikenal masyarakat luas. Berkat ketelatenan para pembatiknya dalam membatik. Dan menghasilkan batik-batik bermotif khas Berau.

Tentu kesuksesan ini tidak bisa diraih begitu saja. Terdapat perjalanan panjang, berliku dan tajam yang harus dilaluinya. Setidaknya, hal itulah yang disampaikan Putri Arofah, nama pemilik Putri Maluang Batik.

Ditemui awak media ini di kediamannya, ia tampak sibuk membuat batik tulis. Dengan kelihaian tangannya, ia menggaris tanpa putus menciptakan pola indah di kain berwarna putih. Kain yang digunakan tentu tidak sembarangan, yakni Katun Primisima yang didatangkan langsung dari Pulau Jawa. “Ya beginilah keseharian bunda,” ucapnya kepada awak media ini.

Dibalik kesuksesannya yang kini berhasil memproduksi ratusan batik dalam sebulan, tentu ada sebuah kisah yang tergores di setiap langkahnya. Ia menceritakan awal mula berdirinya Putri Maluang Batik pada 23 Desember 2019 lalu. Namun, baru di-launching pada pada September 2020.

Saat itu, produksi mereka juga masih sangat minim. Bahkan, saat baru memulai, sebanyak delapan lembar kain harus dikorbankan. Karena ada yang warnanya rusak, robek, bahkan perpaduan warga yang gagal.

“Banyak mengeluh anggota. Tapi kami kembali bangkit lagi. Produksi lagi,” ujarnya sembari memamerkan hasil karya batiknya.

Hingga akhirnya batik buatan Putri Maluang Batik ini mulai eksis dan dibeli dengan harga Rp 700 ribu. Kala itu yang membeli batik tersebut adalah istri dari mantan PJ Bupati Berau, Muhammad Ramadhan yang saat ini menjabat Sekretaris DPRD Kaltim. Batik yang dibeli merupakan model batik Katulada.

Berawal dari situlah, ia terus mulai aktif memproduksi batik-batik khas Berau, meskipun saat itu pembeli masih sangat sepi. Bahkan untuk omzet saja, ia hanya mendapatkan Rp 3 juta dalam sebulan. Padahal ia tetap harus menggaji para karyawannya.

Berjalannya waktu, kini karyawan yang bekerja pada dirinya sudah ada 10 orang, itu yang sudah ia daftarkan. Sedangkan yang ingin belajar dan menghasilkan ekonomi di ruang sederhana tempat produksi batik milik Bunda Putri Arofah lebih dari itu.

"Saya tidak pernah keberatan, emak-emak di sini ikut membantu. Toh perekonomian mereka juga ikut membaik,” ucapnya sembari tersenyum, khas wanita Jawa.

Ia yang lahir di Sidoarjo pada 23 Desember 1981 ini melanjutkan, membuat batik tentu tidak semudah memasak telur mata sapi atau dadar. Perlu ide yang terkonsep rapi di dalam kepala. Perlu keterampilan tersendiri.

Untuk ide sendiri, ia mengaku muncul saat mulai menyentuh kain yang berada di depannya. Ide tersebut dari alam. Serta untuk memuaskan konsumen, ia hanya memproduksi tidak pernah lebih dari 5 picis kain. Ada tiga jenis motif yang sudah dapat hak paten untuk Putri Maluang Batik, yakni Kantong semar, Daun Katu dan Lada, serta Air Pasang Surut.

Dijelaskannya, masing-masing motif itu memiliki filosofi tersendiri. Yakni untuk Kantong Semar, filosofinya yakni, kantong Semar itu adalah salah satu tumbuhan yang mengandung cerita mistis khususnya masyarakat Berau, yang masih tumbuh liar di hutan Kalimantan. Kemudian untuk Daun Katu dan Lada, masyarakat Berau bisa menempatkan diri dan bisa hidup dimana saja, dan bisa hidup bertahun-tahun. Untuk Air Pasang Surut, yakni mayoritas masyarakat Berau ini hidup di pinggiran sungai. Begitu juga roda kehidupan, pasti ada pasang surutnya. Hal itulah yang ia salurkan dalam setiap goresan batiknya.

“Saya bukan asli Berau, tapi saya mencari nafkah di Berau, dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung,” tuturnya.

Untuk harga batik sendiri, tergantung pada model batik yakni untuk batik printing dan batik cap dibandrol mulai harga Rp 200 ribu. Sedangkan untuk batik tulis dan lukis, angkanya bisa mencapai RP 1,5 juta untuk ukuran 2,5 meter. Kualitasnya tidak perlu diragukan lagi, pasar yang ditembus sudah mencapai Jawa – Sulawesi.

Bahkan, diakuinya, Bupati Berau, Sri Juniarsih pernah membawa batiknya hingga ke Inggris untuk dipromosikan. Sebuah pencapaian yang tidak mudah, banyak fashion show tingkat nasional yang telah diikutinya, omset ratusan juta rupiah perbulan sudah masuk dalam kantongnya. Bahkan kini, dalam sebulan, ia mengeluarkan hingga 200 – 300 batik. “Ya Alhamdulillah lah,” ucapnya tersipu malu.

Titik balik dari usaha yang dilakukan, malah pada saat pandemi mengganas di Bumi Batiwakkal, kabupaten paling utara di Kalimantan Timur ini bahkan hingga kini belum terbebas dari badai virus tersebut. Setiap harinya Dinas Kesehatan terus merilis angka pasien terkonfirmasi. Tapi dibalik musibah yang melanda ini, tentu ada berkah yang terselip dibaliknya, seperti usaha yang dilakukannya.

Kini namanya terus melejit, setiap hari pesanan terus masuk. Dua admin media sosialnya kewalahan melayani pemesan dari berbagai kalangan, mulai pejabat hingga masyarakat umum, maupun karyawan swasta. Meskipun begitu, kendala tentu ia hadapi, terlebih jika stok lilin, kain dan lainnya belum tiba, karena ia memesan peralatan tersebut dari Jawa. Yang terparah yakni jika cuaca hujan, tentu ia tidak bisa memproduksi.

“Banyak kendalanya, sementara pesanan terus masuk. Kendala terparah itu cuaca, jika hujan, tidak bisa produksi,” tuturnya.

Dibalik kesuksesannya saat ini, ia tidak menampik adanya peran pihak ketiga. BUMA yang merupakan perusahaan bergerak di bidang batu bara, diakuinya banyak memberi peran dalam perjuangannya memproduksi batik. Bahkan kolaborasi produk industri kecil rumahan dan perusahaan batu bara ini mulai merambah ke pelatihan membatik bagi warga. Tentunya ini bagian dari upaya regenerasi yang dilakukan oleh keduanya.

Wanita yang memiliki hobi healing dan berbelanja ini melanjutkan, memang besar peran pihak ketiga dalam membantu penjualannya. Terlebih dengan kolaborasi yang dilakukan BUMA dan Putri Maluang Batik hingga kini terus berjalan. Ia berharap Kerjasama yang baik ini terus bisa ditingkatkan. Selain sebagai wadah bagi masyarakat yang ingin belajar, tentu Kerjasama ini diharapkan mampu meningkatkan perekonomian warga.

“Kita tidak menampik, peran mereka (BUMA, red) begitu besar, kita harap kolaborasi ini terus berlanjut,” paparnya.(hmd/arp)