TANJUNG REDEB - Terpidana Abdul Mukti Syariff yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau akan diberhentikan secara tidak hormat. Hal itu disampaikan Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Berau, Muhammad Said.

Seperti diketahui, Abdul Mukti Syariff tersandung kasus tindak pidana korupsi (tipikor) perkara pembebasan lahan lapangan sepak bola di Kelurahan Rinding

Dikatakan Said, ia sudah mengetahui pegawai ASN aktif bekerja di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau, dieksekusi oleh Kejaksaan Negeri Berau, belum lama ini. Karena itu pihaknya tengah menunggu salinan putusan kasasi Mahkamah Agung.

"Sebagai dasar untuk memberi sanksi kepada ASN yang terlibat korupsi," ujarnya, kemarin (27/4).

Konsekuensi yang harus diterima bersangkutan, ketika terbukti bersalah dan telah berkekuatan hukum tetap, maka akan diberhentikan tidak hormat. Dasar Surat Keputusannya yaitu Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI dan Berita Acara Eksekusi Kejaksaan Negeri Berau.

"Langsung diberhentikan sebagai PNS. Dengan tidak hormat," katanya.

Kemudian, risiko lainnya yang juga akan diterima bersangkutan adalah gaji yang sudah tidak diberikan, termasuk tidak mendapatkan hak pensiun. Itu berlaku sejak dilakukan eksekusi oleh Kejaksaan Negeri Berau.

"Pada prinsipnya akan kita tindaklanjuti atas apa yang telah dilakukan oleh pegawai ASN di lingkungan Pemkab Berau, khususnya terhadap tindak pidana korupsi," jelasnya.

Terpisah, Kepala Kejari Berau, Nislianudin menjelaskan, terdakwa diajukan ke persidangan secara terpisah dengan para terdakwa lainnya. Namun sementara ini pihaknya baru mendapat petikan putusan untuk terpidana Abdul Mukti Syariff. Untuk terdakwa lainnya yang juga sedang diajukan upaya hakim kasasi, masih belum diterima petikan putusannya. Dan yang jelas perkara ini dilakukan secara bersama-sama.

"Selain itu adanya putusan kasasi yang telah mengabulkan permohonan kami selaku Jaksa Penuntut Umum. Maka tidak menutup kemungkinan akan dilakukan tindakan pengembangan penyelidikan atau penyidikan lanjutan," terang Kajari.

Sebelumnya, Kejari Berau mengeksekusi terdakwa Abdul Mukti Syariff, setelah dinyatakan terbukti bersalah atas perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) dalam kegiatan pembebasan lahan, untuk lapangan sepak bola oleh Mahkamah Agung dalam putusan Kasasi.

Diketahui, Syariff sempat merasakan udara bebas, setelah diputus bebas karena dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda pada 3 Juni 2021 lalu. Namun Selasa (26/4), Kejari Berau mengeksekusi salah satu dari empat terdakwa pada perkara tersebut, setelah menerima putusan Kasasi dari Mahkamah Agung. Syariff merupakan ASN aktif di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau. Dirinya adalah pemilik lahan dalam perkara tersebut.

Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Berau, Christhean Arung, melalui Jaksa Penuntut Umum, Erwin Adiabakti, setelah menempuh upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, terkait keputusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang menyatakan bebas terhadap tiga terdakwa pada perkara tersebut, Kejari Berau akhirnya menerima putusan kasasi salah satu dari tiga terdakwa tersebut. Yang menyatakan bersalah dan dijatuhkan hukuman pidana penjara selama 6 tahun. Itu artinya putusan tingkat pertama diragukan pembuktiannya.

"Saat ini baru satu terdakwa dan sudah kami eksekusi hari ini juga (kemarin, red), untuk dua terdakwa lainnya masih kita tunggu putusan kasasinya," ujar Erwin.

"Pada prinsipnya putusan hakim dalam kasasi ini sependapat dengan penuntut umum, karena sesuai tuntutan JPU yang menuntut para terdakwa selama 7 tahun pidana penjara," lanjutnya.

Disebutnya, dalam petikan putusan Mahkamah Agung Nomor 1305 K/Pid.Sus/2022 tanggal 22 Maret 2022, dalam amar Kasasi itu menyatakan, terdakwa Abdul Mukti Syariff terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana krupsi secara bersama-sama.

Lanjutnya, dalam kasasi itu juga menyatakan menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp 300.000.000, dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Bukan hanya itu, juga menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1.110.175.000 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 2 tahun," terangnya.

Kemudian, menetapkan lamanya masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Dalam putusan kasasi itu juga memerintahkan terdakwa untuk ditahan. Menetapkan barang bukti berupa barang bukti nomor 1 sampai dengan nomor 37, selengkapnya sebagaimana diuraikan dalam tuntutan pidana penuntut umum pada tanggal 20 Mei 2021, dikembalikan kepada penuntut umum untuk dipergunakan dalam perkara lain.

“Barang bukti nomor 38 berupa tanah dan bangun di Jalan Durian III Perumahan Berau Indah Blok B1, Gunung Panjang, Kecamatan Tanjung Redeb, dengan luas 370 m2 berdasarkan sertifikat H Nomor 16050504300394, dirampas untuk negara," jelasnya.

Dari pantauan media ini, saat tim kejaksaan tiba di kediaman Syariff sekitar pukul 13.00 Wita, terpidana belum berada di rumah. Tim kejaksaan diterima oleh anak dan istri terpidana yang menyatakan jika terpidana tengah berada di masjid untuk menunaikan Salat Zuhur. Sekitar 20 menit tim kejaksaan menunggu, terpidana akhirnya datang mengendarai mobil berwarna hitam yang langsung terparkir rapi di garasi rumah.

Saat turun dari mobil, terpidana langsung menyalami tim kejaksaan yang sudah menunggunya sebelum masuk ke rumah. Hanya sekitar 5 menit di dalam rumah, terpidana kembali menemui tim kejaksaan yang tetap menunggu di depan rumah. Tim pun langsung memberitahukan maksud kedatangan mereka, untuk melakukan eksekusi atas putusan kasasi Mahkamah Agung.

“Kalau bisa (eksekusi, red) habis lebaran,” ujar Syariff kepada tim kejaksaan.

Selain itu, terpidana juga meminta keringanan agar anak dan istrinya tetap bisa menempati rumah yang menjadi barang bukti dan dirampas oleh negara, untuk melakukan pengosongan dan mencari tempat tinggal lain untuk anak dan istrinya.

“Kalau bisa diberi waktu untuk mengosongkan rumah, karena anak dan istri tinggal di sini,” lanjut Syariff.

Namun permintaan tesebut tidak bisa diindahkan. “Kami sifatnya hanya menjalankan tugas, mengikuti perintah,” ujar Erwin, menjawab permintaan terpidana.

Terpidana pun langsung dibawa ke kantor kejaksaan untuk menjalankan eksekusi.

Kejaksaan menetapkan tersangka atas dugaan korupsi pembebasan lahan yang dilakukan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Berau. Kasus korupsi tersebut terkait pembebasan lahan untuk lapangan sepak bola di Jalan Marsma Iswahyudi, Gang Muslimin, Kelurahan Rinding, Kecamatan Teluk Bayur.

Tersangka yakni Sp selaku pengguna anggaran yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga. Kemudian AMS (48) selaku pemilik lahan, yang juga ASN aktif di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK). Dua tersangka lainnya yakni AN (49) dan SS (53), selaku penilai publik dari Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) SIH Wiryadi dan rekan.

Kasus tersebut memang sudah cukup lama, yakni sejak 2014 lalu. Dalam kasus ini Kejari Berau menetapkan tersangka, di mana dua di antaranya berstatus ASN aktif.

Kejari Berau sudah melakukan penyelidikan ini pada awal 2020. Sedangkan penyidikan dinaikkan pada April.

Diketahui, kasus ini bermula pada anggaran perubahan 2013 terdapat Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) untuk pembebasan lahan lapangan sepak bola sebesar Rp 470 juta, di Bagian Pertanahan. Namun anggaran terebut tidak terlaksana. Kemudian di 2014, anggaran tersebut muncul kembali dan beralih ke Dinas Pemuda dan Olahraga. Namun anggaran tersebut naik menjadi Rp 1,6 miliar.

Hal itu dilakukan dengan tujuan lahan yang dibebaskan Dispora Berau mendapatkan harga pembebasan yang tinggi, di mana nilai harga tanah pembebasan tersebut diduga sudah diatur oleh tersangka Sp menggunakan dasar penilaian dari penilai KJPP SIH Wiryadi dan rekan.

Data pembanding yang didapatkan oleh AN, penilai publik dari KJPP SIH Wiryadi dan rekan yang melakukan inspeksi langsung ke lokasi, dilakukan verifikasi dan penilaian oleh SS. Tapi data pembanding yang dilakukan penilaian tidak valid kebenarannya, sehingga nilai penggantian wajar, harga tanah pada objek lahan tersebut menjadi tinggi dan tidak sesuai dengan kebenarannya.

Atas kasus ini, disebutkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 1.110.175.000. Akibat perbuatannya, para  tersangka dikenakan Pasal 2 ayat 1, sub Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(mar/arp)