TANJUNG REDEB - Jaksa Penuntut Umum perkara pembebasan lahan lapangan sepak bola di Kelurahan Rinding, Erwin Adiabakti, menyebut pihaknya memiliki hak untuk melakukan upaya hukum terhadap putusan apapun dari Majelis Hakim, termasuk putusan bebas murni.

Dikatakan Erwin, apa yang disampaikan Kuasa Hukum terdakwa Sp, Syahrudin, bahwa kliennya sudah dinyatakan bebas murni hasil putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, maka permohonan kasasi dari terdakwa maupun penuntut umum tidak dapat diterima Mahkamah Agung, bukan berarti yang bersangkutan bisa lepas dari segala tuntuan hukum ataupun tidak ada pidana lagi.

"Memang pada tingkat pertama para terdakwa diputus bebas. Tapi bukan berarti itu sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah). Seperti terpidana Abdul Mukti Syariff yang juga dibebas murni, tapi pada hasil kasasi terbukti bersalah," ujarnya kepada Berau Post, kemarin (17/5).

Lanjut dijelaskan Erwin, pihaknya selaku penuntut umum tidak serta-merta melakukan upaya hukum tanpa dasar hukum yang melandasi. Perlu diketahui, upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas, sebenarnya tidak yang ada namanya bebas murni secara yuridis. Hanya sebuah istilah yang berkembang.

Disebut Erwin, sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-X/2012 tanggal 20 Maret 2013 yang menyatakan kecuali terhadap putusan bebas dalam Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 atau biasa disebut KUHAP, itu sekarang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Maka dengan dicabutnya ketentuan Pasal 244 itu, kami selaku jaksa penuntut umum memiliki hak untuk melakukan upaya hukum terhadap putusan yang dimaksud," jelasnya.

Logikanya, lanjut dia, jika upaya hukum kasasi penuntut umum  tidak diperbolehkan, maka permohonan upaya hukum sudah ditolak Mahkamah Agung. Tetapi faktanya permohonan mereka dikabulkan.

"Tidak ada namanya bebas murni. Kalau sudah dibebaskan dari segala dakwaan, kami selaku penuntut umum wajib mengajukan upaya hukum kasasi," tegasnya.

"Para terdakwa memang telah diputus bebas dari segala dakwaan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda. Bebas menurut Majelis Hakim yang memutus perkara itu tidak terbukti, tapi kami selaku penuntut umum yang memiliki kewajiban untuk membuktikan bahwa hal itu seharusnya terbukti," sambungnya.

 

Disebutnya, kasasi adalah upaya hukum terakhir. “Dan di situ dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," terangnya.

Kuasa Hukum Sp, mantan Kepala Dispora Berau, Syahrudin, berkeyakinan bahwa kliennya tidak bersalah atas dakwaan yang dianggap turut melakukan tindak pidana korupsi. Sebab Sp yang sebelumnya berstatus terdakwa, sudah dinyatakan bebas murni hasil putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, tahun lalu.

Dijelaskan Syahrudin, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi  (MK) pada Pasal 244 UU KUHAP, menetapkan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

Kemudian, sesuai yurisprudensial yang sudah ada, apabila ternyata putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa itu merupakan pembebasan murni, maka sesuai ketentuan Pasal 244 UU KUHAP tersebut, permohonan kasasi haruslah dinyatakan tidak dapat diterima.

"Jelas itu sudah nyata. Makanya saya berkeyakinan kuat, karena klien saya bebas murni," ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.

Dalam kasus ini, pria yang akrab disapa Oyong tersebut menjelaskan, pihaknya enggan terburu-buru mengambil kesimpulan maupun mengeluarkan pendapat apapun lebih dulu. Termasuk menafsirkan terhadap putusan terpidana Abdul Mukti Syariff, yang bunyi putusannya salah satunya dilakukan secara bersama-sama.

"Karena hingga saat ini Abdul Mukti Syariff sendiri belum diserahkan salinan putusan. Karena amar putusan itu kan berdasarkan pertimbangan hukum. Pertimbangan hukumnya itu apa sehingga dinyatakan secara bersama-sama," jelasnya.

Disebut Oyong, amar putusan tersebut justru menimbulkan pertanyaan. Apakah bersama-sama yang dimaksud dengan pihak penilai dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Sih Wiryadi dan Rekan, apakah juga dengan mantan terdakwa Sp, atau secara keseluruhan. Karena menurutnya juga tipikor ini bisa berkembang dan bisa juga bertambah orang-orangnya (pihak-pihak lain yang kemungkinan terlibat).

"Tetapi kalau tentang putusan klien saya (Sp) ini kan bebas murni. Bebas murni itu boleh diajukan (kasasi) oleh JPU apabila pihak jaksa bisa membuktikan dengan alat bukti yang kuat yang menentukan," jelasnya.

"Tetapi kalau saya melihat dari memori kasasi JPU, itu hanya copy paste dari dakwaan dan tuntutan. Tidak ada menguraikan kembali, tidak bisa membuktikan tentang alat-alat bukti yang sudah disajikan di persidangan," sambungnya.

Diketahui, tim Kejaksaan Negeri Berau telah mengeksekusi terdakwa Abdul Mukti Syariff, setelah dinyatakan terbukti bersalah atas perkara tipikor dalam kegiatan pembebasan lahan untuk lapangan sepak bola oleh Mahkamah Agung dalam putusan Kasasi.

Syariff sempat diputus bebas karena dinyatakan tidak bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Samarinda pada 3 Juni 2021 lalu. Namun Selasa 26 April 2022, Kejari Berau mengeksekusi salah satu dari empat terdakwa pada perkara tersebut, setelah menerima putusan Kasasi dari Mahkamah Agung. Syariff merupakan ASN aktif di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau. Dirinya adalah pemilik lahan dalam perkara tersebut.

Dalam petikan putusan Mahkamah Agung Nomor 1305 K/Pid.Sus/2022 tanggal 22 Maret 2022, dalam amar Kasasi itu menyatakan terdakwa Abdul Mukti Syariff terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.

Dalam kasasi itu menyatakan menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sebesar Rp 300.000.000, dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Bukan hanya itu, Syariff juga menjatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 1.110.175.000 dengan ketentuan apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Bahkan, belum lama ini tanah dan bangunan milik terpidana kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) pembebasan lahan lapangan sepak bola Rinding, Abdul Mukti Syariff ini, telah disita oleh Kejaksaan Negeri Berau. Tepatnya di Jalan Durian III Perumahan Berau Indah Blok B1, Gunung Panjang, Kecamatan Tanjung Redeb, dengan luas 370 m2. (mar/udi)