TANJUNG REDEB - Ketua Komisi I DPRD Berau Peri Kombong, turut menyikapi wacana penghapusan pegawai tidak tetap (PTT) tahun 2023 mendatang. 

Diketahui, pemerintah pusat telah memastikan bahwa tidak ada lagi tenaga honorer di tiap instansi pemerintah pada 2023 mendatang. Disebut Peri, kebijakan tersebut dinilai dapat menciptakan efektifitas dan efisiensi jumlah pegawai di tubuh pemerintahan. Sehingga jumlah pegawai yang bekerja bisa disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan daerah.

Menurutnya, kebijakan penghapusan tenaga honorer tersebut, menjadi peluang bagi daerah untuk menyaring pegawai pemerintahan sesuai dengan standar kompetensi dan kemampuannya. Walau akan terjadi pengurangan jumlah pegawai di setiap instansi pemerintah.

"Tentu ada bagusnya bagi Pemkab Berau, jadi mereka menjadi tidak sembarangan lagi untuk mengambil tenaga honorer. Adanya kebijakan itu bisa mengurangi beban daerah," ujarnya, kemarin (23/5).

Dijelaskannya, kebijakan tersebut membuat jumlah pegawai di setiap instansi pemerintahan bakal sesuai dengan kebutuhan daerah. Politikus Partai Gerindra itu juga menerangkan, sistem pemerintahan dengan mendayagunakan tenaga honorer atau pegawai tidak tetap (PTT) secara garis besar bukan dihapus. Tetapi, dialihkan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

"Status pegawai setiap instansi pemerintahan nantinya sama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS)," katanya.

Jadi, pengalihan dari PTT ke PPPK ini kata Peri, bakal dikontrak tetap. Artinya  jangka panjang. Hak yang didapat juga sama dengan PNS. Namun, perbedaannya kalau untuk PPPK itu tidak dapat dana pensiunan. Tetapi, hal itu pun bakal beriringan dengan pengalihan dan pengangkatan dari honorer ke PPPK.

Diharapkan Peri, honorer di Bumi Batiwakkal dapat beralih ke PPPK. Kebijakan itu juga merupakan kontrol dari pusat. Artinya daerah tetap menerima tenaga honor yang sebelumnya, tapi itu disesuaikan dengan kebutuhan.

"Kalau di Dinas Pendidikan itu kan ada Dapodik, begitu juga Dinas Kesehatan, harus ada analisa kebutuhannya," terangnya.

Adapun dalam tes PPPK nanti, kata Peri, harus didahulukan bagi tenaga honorer yang berpengalaman dan sudah mengabdi di daerah. Termasuk dalam penentuan kuota PPPK, perlu dilihat dari segi kebutuhannya sesuai keputusan pusat.

"Kalau memang masih ada kekurangan tentu Pemkab Berau harus ajukan lagi ke pusat," tegasnya.

Menurut Peri, penghapusan tenaga honorer tidak serta-merta berpengaruh bagi pengangguran. Jika Pemkab Berau bisa mendata pegawai mana saja yang harus diberikan ruang untuk memperjuangkan kariernya dalam seleksi PPPK.

Memang tidak menutup kemungkinan jumlah pegawai di Berau akan berkurang. Tetapi, menurut Peri dengan adanya aturan itu, maka efektifitas dan efisiensi jumlah pegawai di tubuh pemerintahan bakal bertumbuh.

"Ini membuat jiwa pemerintahan layaknya model perusahaan, di mana penerimaan pegawai sesuai dengan kebutuhan setiap instansi pemerintahan, baik di pusat maupun daerah," tuturnya.

Selama ini, diakui Peri, jumlah pegawai dengan status honorer di lingkup Pemkab Berau, tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi perangkat daerah (OPD). Meskipun, menurut data dari Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Berau, jumlah tersebut mencapai 5.500 pegawai pada tahun 2020. 

Sehingga, kebijakan pemerintah pusat untuk meniadakan pegawai status honorer di Berau, nantinya bakal mewujudkan kinerja organisasi perangkat daerah yang efektif, serta sesuai dengan target di mana jumlah individu di dalamnya berkualitas bukan hanya berkuantitas.

"Selama ini tidak sesuai kebutuhan. Seperti adanya modal kedekatan dengan pejabat, ada pegawai yang langsung bisa masuk. Nah, untuk ke depan tidak bisa, harus sesuai dengan kebutuhan. Apa yang dibutuhkan oleh OPD itu yang akan dipenuhi," bebernya.

Tetapi, lanjut dia, khusus untuk Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan, memang masih sangat membutuhkan banyak pegawai. Apalagi mengingat kondisi geografis Berau yang luas dan banyak kampung terpencil, membuat jumlah guru dan tenaga kesehatan harus menjadi atensi.

"Makanya yang paling utama kita perhatikan guru dan tenaga kesehatan. Ini yang kami kawal terus, jangan sampai sistem dari pusat ini malah merugikan daerah," ucapnya.

Sehingga, tidak menutup kemungkinan pemerintah daerah harus mempertimbangkan usulan diskresi apabila kebutuhan pegawai, khususnya dua tenaga itu tidak terakomodasi. "Misalnya, sekolah dengan jumlah murid yang banyak kemudian letaknya di hulu yang notabene jauh dari pusat pemerintahan, apakah kita akan mengirim 1 guru di sana? Tentunya tidak mungkin. Inilah yang perlu dibuat diskresi nantinya," pungkasnya.

Sementara itu, Asisten I Setkab Berau Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, M Hendratno menerangkan, di Berau sendiri dipengaruhi luas geografis dan mobilisasi pegawai yang cukup untuk memakan waktu jarak tempuh. Dikhawatirkan, jika kebijakan pemerintah mengenai penghapusan honorer diterapkan. Sehingga ada kepentingan masing-masing daerah untuk membutuhkan banyak pegawai dengan status non-PNS.

"Tetapi, kalau aturannya secara nasional berarti kami harus ikut, selama ada aturannya dari Kemenpan-RB," kata Hendratno.

Dirinya juga mengatakan, setiap daerah itu ada hak keistimewaannya masing-masing. Asalkan sesuai kebutuhan demi pembangunan dan kesejahteraan daerah. Sehingga, kebijakan ini bukan berarti pemerinrah daerah diam dan tidak dapat mengusulkan untuk tetap mempertahankan status pegawai tidak tetap (PTT). Namun, untuk tetap mempertahankan status pegawai itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.

"Kalau pun mau kami pertahankan, tentunya kami harus lakukan konsoslidasi atau rekonsiliasi dengan Pemerintah Pusat, jadi tidak serta-merta kami ambil kebijakan, nanti bisa kena sanksi," imbuhnya.

"Tetapi, apabila sesuai kebutuhan daerah, kami bakal lakukan usulan sinkronisasi karena mempertahankan bukan berarti ngotot harus berlaku karena ada aturannya, harus koordinasi dulu dengan pusat sesuai kebutuhan. Salah satunya nanti melalui diskresi," sambungnya.

Sesuai Pasal 1 angka 9 UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang diambil oleh pejabat pemerintahan untuk menyelesaikan masalah konkret yang dihadapi dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan opsi, tidak mengatur, tidak jelas, tidak lengkap, baik dengan atau tanpa stagnansi dari pemerintah. Prosesnya usulan itu nanti bakal dirapatkan lebih lanjut oleh pemerintah daerah.

"Demikian juga dalam penentuan kebijakan, yang nantinya dari Asisten III Setkab Berau Bidang Administrasi Umum diteruskan kepada sekretaris daerah, lalu kepada bupati dan wakil bupati," tutupnya.(mar/udi)