TANJUNG REDEB – Kepala Seksi (kasi) Usaha Ekonomi Masyarakat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kaltim, Muriyanto yang berkunjung ke Kabupaten Berau, Selasa (24/5), mengakui bahwa Kaltim memiliki target menurunkan 22 juta ton karbon ekuivalen.
Ia menjelaskan, Berau masih memiliki potensi hutan yang sangat luas. Selain itu, desa dan kampung di Berau juga masih memiliki hutan tutupan ataupun hutan hujan tropis yang sangat lebat. “Ada beberapa kampung di Berau yang diikut sertakan program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF,” paparnya.
Total dari 841 kampung yang ada di Kaltim, 38 kampung lainnya merupakan dari Berau. Dijelaskan Muriyanto, Berau memiliki hutan terluas di antara daerah lainnya di Kaltim. Dengan hal ini, menurutnya, pihaknya memberikan perhatian lebih untuk hutan di Bumi Batiwakkal. “Luasannya kurang lebih satu juta hektare,” ujarnya.
Lebih lanjut, Muriyanto mengatakan, di Kaltim tentu ada daerah yang juga memiliki hutan. Seperti Kabupaten Kutai Barat, Mahakam Ulu, dan Paser. Namun luasnya tidak seperti Berau. Dijelaskannya, syarat utama dari Bank Dunia jika ingin mengikuti program Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), kampung atau desa harus membuat persetujuan tanpa dipaksa oleh siapapun. Dikatakannya, peran kampung yang diinginkan oleh pemerintah provinsi melalui program ini menjaga hutan agar tetap seperti apa adanya. “Bukan hutan buatan, tapi yang alami,” tegasnya.
Ia melanjutkan, hutan alami yang ada di desa atau kampung diharapkan tetap lestari dan teduh. Ia juga berharap agar perangkat desa bisa melakukan pengawasan terhadap pembalakan yang terjadi maupun membuka ladang dengan cara dibakar. Hal ini tentu bisa menjadi kerugian, apabila api merembet ke hutan. “Inikan bisa jadi kerugian apabila sampai terjadi kebakaran hutan,” paparnya.
Bagi kampung yang melanggar regulasi yang ada, bisa dipastikan tidak akan mendapatkan insentif. Secara tekstual sanksi memang tidak ada, tetapi kampung yang ikut program saat diverifikasi oleh Bank Dunia. Apabila ditemukan desa yang masuk program tersebut, hutannya habis, maka dia tidak akan mendapatkan insentif.
”Boleh saja memanfaatkan hutan tersebut. Selain kayu silakan saja, seperti rotan, damar atau potensi lainnya bisa saja. Tetapi tidak melakukan penebangan pohon sembarangan,” tegasnya. (hmd/har)